ALways be SinCeRe, eVen When YoU Don'T Mean iT...

bismillah

Sabtu, 18 Desember 2010

Poetry

SUDUT HATI

Kekakuan…kebisuan…
Bergelayut mesra pada pundak sang bulan
Mataharipun tak menyunggingkan secuil senyum
Sampai kapan hawa dingin ini berkelakar

Tak ada keriuhan...kehangatan...
Yang dulu seakan membahana di seluruh pelosok hati
Entah apa yang terjadi...
Biar kesunyian ini yang menyibak segalanya
Dan harapku bergelayut pada sebuah oase kecil yang sejuk


PUSARAN MIMPI

Di sini..entah sesak apa yang ku rasa
Menggedor...memukul...
Menyayat pedih...
Di pusaran kebimbangan
Kilatan cahaya membangunkanku dari kebutaan

Pintu yang selama ini dalam angan
Menjadi nyata dalam keterpakuan
Aku tak tahu siapa pemiliknya
Tapi ku tak berani melirik
Takut terganggu..seruanku..
Kulihat ada yang melirik dari dalam
Entahlah...entah siapa itu
Biarlah ku luar saja
Memantau..membahagiakan...menjaga sekuatku
Karena ku tak suka berkoar..

KEHAMBARAN HATI

Seribu kemanisan tiada ku kecap lagi
Kehambaran memeluk selubungan hati yang terkoyak
Menuai kekakuan yang kosong pada bongkahan kebisuan
Tolong jernihkan keruhnya...

Ketidakberdayaan mencerca tubuhku
Bagai datangnya malaikat maut
Tapi....ku masih dibalut segelintir harapan yang terbit
Membawaku pada kedamaian bening hati yang kosong
Jalani tali panjang waktu yang masih tersisa


PESAN DI TERIK SIANG

Derapku melemah dihisap pening siang ini
Tak ada sortiran kata yang mampu kurangkai
Membolak-balik helai buku yang tak ada isi
Coretan tintapun tak menyisakan tulisan

Jarum jam terus meninggalkan angka-angka bisu
Hembusan pesan terus memenuhi otakku
Yang telah penat memerintah raga
Ingin kuhempas terali ini


TAPAK KOSONG

Setiap yang kau tapaki adalah debu
Rangkamu kian rapuh menyerah pada gelombang panas dunia
Pagi memerintahmu melancarkan kekuatan penuh
Menyambung peluh yang tlah tercecer

Bertelanjang kaki menjejali kerikil-kerikil panas
Aroma kering langsung menguap dibawa angin
Menghentak jiwa yang mulai mengawang
Pelapis tubuh mulai tipis digerus angin
Menyerang nafas hingga raib


ACUH

Mengapa otak itu demikian dangkal
Mengernyit mata lalu acuh terbuang
Kulit menjadi cambuk untuk melengos
Sedikit hati yang hendak dibagi

Waktu yang akan menuntun
Tangan yang akan menyambar kembali
Pundak yang akan menopang
Senyum yang kembali mengembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar